Jakarta 18/05/2020 PPPK. Hendang Tanusdjaja, anggota Dewan Pengurus IAPI, mengulas bagaimana seharusnya auditor merespons dampak pandemi Covid-19 terhadap laporan keuangan, prosedur audit, dan pertimbangan praktis penunjang kualitas audit. Hal ini disampaikannya dalam pendidikan profesional berkelanjutan (PPL) akuntan publik yang diadakan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) melalui live streaming via zoom webinar, Jumat (15/5/2020).
Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal, di antaranya membuat praktik profesi akuntan publik tak berjalan mulus. Tak sedikit dari praktisi ini mengalami kendala dalam memenuhi kewajiban SKP PPL, sementara para calon akuntan publik harus bersabar menunggu pengaktifan kembali pusat-pusat ujian CPA (certified public accountant).
Kegiatan jaringan KAP seperti inspeksi global, pembelajaran global, pemeriksaan jaringan internasional, pengelolaan arus kas, dan pengomunikasian pesan utama pun ikut terkena dampaknya.
Belum lagi di dalam manajemen KAP itu sendiri. Proses inspeksi internal, infrastruktur teknologi, sampai dengan pengelolaan karyawan, juga menghadapi tantangan.
Singkat kata, pandemi Covid-19 mempengaruhi sebagian besar proses bisnis yang dijalankan oleh KAP, baik itu manajemen internal, jaringan KAP, hingga perlunya pertimbangan kembali atas perikatan audit hingga pendekatan audit alternatif yang harus ditempuh dalam masa pandemi ini.
Prosedur penilaian risiko dan pemahaman auditor atas pengendalian internal entitas menjadi salah satu hal yang harus dipahami auditor, papar Hendang. Dengan ini, auditor dapat mengevaluasi risiko tambahan yang muncul seperti gangguan operasional pada setiap perubahan model bisnis yang diakibatkan oleh pandemi.
Penerimaan perikatan audit dan keberlanjutan klien tak boleh luput dari pertimbangan. Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko audit, juga menelaah kembali penilaian risiko yang telah dilakukan oleh manajemen. Di situ, auditor menilai apakah manajemen telah mengidentifikasi signifikansi risiko bisnis yang muncul dan bagaimana kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Selanjutnya, auditor mereviu pengendalian mutu perikatan yang dapat menjadi indikator penerimaan perikatan audit dan keberlanjutan klien.
Pandemi Covid–19 juga mempengaruhi hasil pemerolehan bukti audit, misalnya saja pemberlakuan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), yang berimbas pada pembatasan akses dan perjalanan maupun ketersediaan personel dari auditor dan auditee. Auditor perlu melakukan perubahan yang relevan dalam hal ini, mengeksplorasi prosedur-prosedur audit alternatif.
Auditor perlu mencermati bagaimana SA 330 (Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai) menjadi panduan guna mengidentifikasi perubahan yang relevan terhadap kemampuan auditor untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat selama masa pandemi.
Lebih lanjut, Hendang mengingatkan, auditor perlu menjaga komunikasi yang tepat waktu kepada manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan regulator terkait dampak pandemi terhadap laporan keuangan.
Seperti dalam tahap penerimaan dan keberlanjutan klien, auditor melakukan evaluasi atas penilaian manajemen terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
Auditor juga hendaknya memberikan perhatian khusus kepada proses tutup buku terutama pada akun tertentu, jurnal penyesuaian, transaksi non-rutin maupun transaksi khusus, serta keseluruhan penyajian dalam laporan keuangan. Demikian pula dengan evaluasi ketepatan asumsi dan keandalan data yang digunakan atas kondisi pandemi ini.
Dalam hal entitas pelapor memiliki segmen, Hendang menyoroti pentingnya pengumpulan informasi segmen yang mungkin berubah untuk audit tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada suatu entitas. Termasuk di dalamnya kemungkinan penurunan nilai atas aset tetap dan aset takberwujud jika ada segmen perusahaan yang berhenti beroperasi.
Penghitungan fisik persediaan juga memerlukan prosedur alternatif, yaitu pengujian penjualan setelah akhir tahun, pengujian pengendalian lainnya atas persediaan, dan penggunaan drone atau penginderaan jarak jauh sebagai opsi.
Hendang menyebutkan beberapa standar audit yang harus diperhatikan saat menyusun laporan. Auditor dituntut memodifikasi laporan audit atau merumuskan suatu opini atas laporan keuangan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam SA 700 (Perumusan Suatu Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan), SA 705 (Modifikasi terhadap Opini dalam Laporan Auditor Independen), dan SA 706 (Paragraf Penekanan Suatu Hal dan Paragraf Lain dalam Laporan Auditor Independen), serta memodifikasi LAI sesuai dengan SA 570 (Kelangsungan Usaha).
Penyaji yang merupakan praktisi sekaligus akademisi ini mengutarakan harapannya agar para auditor memperkaya diri dengan informasi mengenai peraturan perundang-undangan terbaru menyangkut laporan keuangan. Ia berpesan agar para peserta PPL banyak mempelajari materi dampak pandemi Covid-19 pada jasa asurans maupun non-asurans.
Selain dari negeri sendiri, materi-materi itu juga dapat diperoleh dari asosiasi profesi akuntan publik negara lainnya seperti Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) dan American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Asosiasi-asosiasi tersebut menyediakan banyak materi dan hasil penelitian yang berhubungan dengan jasa asurans pada masa pandemi Covid-19. Publikasi tersebut dapat menjadi tambahan referensi bagi para akuntan publik dalam penerapannya di Indonesia.
Hal tersebut sangat krusial sehingga seorang akuntan publik tetap dapat memberikan jasa auditnya dengan profesional, berkualitas, dan mampu bertahan meskipun pandemi mempengaruhi sebagian besar proses bisnisnya.
Penulis: Ayu Fatmasari | Penyunting: Suryadi | Fotografer: Freepik
Sumber Berita: http://pppk.kemenkeu.go.id/in/post/bagaimana-seharusnya-auditor-merespons-dampak-pandemi-covid-19-terhadap-audit