Accounting Shenanigans: Peran dan Tanggung Jawab Manajemen, Komisaris, Auditor, dan Regulator

Jakarta, 02/07/2021 KPAP. Terjadinya accounting shenanigans pada berbagai entitas mengindikasikan bahwa pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap laporan keuangan perusahaan belum menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Ada beragam alasan dan motif yang mendorong timbulnya accounting shenanigans tersebut.

Dalam rangka menjawab fenomena terjadinya berbagai accounting shenanigans di dunia usaha, maka Komite Profesi Akuntan Publik (KPAP) meggelar webinar keduanya di tahun 2021 dengan tema “Accounting Shenanigans: Peran dan Tanggung Jawab Manajemen, Komisaris, Auditor, dan Regulator”. Webinar dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2021 yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube KPAP, dengan dimoderatori oleh Dedy Sukrisnadi, S.E., M.Ak., CPA, selaku anggota KPAP.

Prof. Dr. Lindawati Gani, S.E., Ak., M.B.A., M.M. membuka webinar ini dengan harapan materi pada webinar dapat memperluas perspektif dari berbagai sudut pandang, sehingga dapat mengetahui sejauh mana peran manajemen, komisaris, auditor, dan regulator dalam mencegah terjadinya accounting shenanigans.

KPAP menghadirkan 4 narasumber pada webinar ini, yaitu Drs. M. Jusuf Wibisana, CA, M.Ec., CPA, (Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & rekan), Nawal Nely, S.Ak., EMBA, CFA, (Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN), I Made Bagus Tirtayathra, S.E., M.Ak., MBA, CA (Direktur Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil, Otoritas Jasa Keuangan), dan Agus Suparto, Ak., MBA, CA, CPA, (Kepala Bidang Pemeriksaan Profesi Akuntansi, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan).

Mengawali sesi penjabaran yang akan disampaikan oleh keempat narasumber, Wakil Ketua KPAP, Tarkosunaryo, MBA, Ak., CPA, CA menyampaikan bahwa beberapa tahun terakhir terjadi manipulasi laporan keuangan diantaranya terkait revenue recognition dimana sering kali perusahaan melakukan early recognition of revenue. Preparer laporan keuangan membungkus tindakan manipulasi laporan keuangan dengan interpretasi PSAK untuk memenuhi motif dan tujuan tertentu. Tarkosunaryo juga menyampaikan bahwa penerapan PSAK baru di tahun 2020 (PSAK 71, 72, dan 73) sangat berpengaruh pada kebijakan akuntansi perusahaan.

Tema webinar challenging karena sangat relevan dengan kondisi di Indonesia,” ucap Drs. M. Jusuf Wibisana, CA, M.Ec., CPA, selaku narasumber pertama. Jusuf Wibisana banyak bercerita mengenai pengalaman praktik auditnya. Jusuf Wibisana juga menyampaikan bahwa direksi dan komisaris banyak yang kompeten, serta auditor dan regulator juga memiliki kompetensi yang baik. Namun di sisi lain, ada juga direksi dan komisaris yang tidak memahami kewajiban dan tanggung jawabnya sesuai dengan Undang-undang. Dalam suatu audit, Jusuf Wibisana pernah mengusulkan kepada direksi dan komisaris agar menghapuskan piutang dalam jumlah besar dikarenakan piutang tersebut tidak bergerak dalam beberapa tahun. Diantara direksi ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju dengan usulan auditor. Pada akhirnya, usulan auditor di terima oleh direksi dan komisaris, meskipun mengakibatkan tidak adanya bonus dan tantiem dikarenakan besarnya nilai beban yang diakui pada tahun berjalan.

Jusuf Wibisana juga menceritakan tentang pengalamannya dalam audit yang cukup menjadi tantangan bagi integritas auditor. Jusuf Wibisana pernah menyampaikan kepada komisaris dan direksi bahwa opini audit akan tidak baik dikarenakan banyaknya expenses yang tidak diakui oleh manajemen. Namun pihak komisaris dan direksi menginginkan opini wajar tanpa modifikasian. Komisaris dan direksi berjanji akan menjaga dan membentengi Jusuf Wibisana jika terjadi permasalahan di kemudian hari. Jusuf Wibisana merasa kaget, lantas berucap, “Terima kasih atas keinginan bapak membentengi saya jika ada kasus terkait audit ini, namun siapa yang melindungi saya dari kemarahan Sang Pencipta?”. Maka direksi dan komisaris terdiam, dan akhirnya dikeluarkan opini audit tidak wajar.

Direksi dan komisaris hendaknya melakukan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak menjadi satu kubu. Direksi dan komisaris memiliki tanggung jawab renteng sampai dengan harta pribadi jika kebangkrutan disebabkan karena missconduct atau salah urus. Auditor perlu mengingatkan berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab direksi dan komisaris. Bahkan untuk yang baru diangkat mereka belum memahami risiko-risiko pada bisnis entitasnya.

Nawal Nely, S.Ak., EMBA, CFA, narasumber kedua dari Kementerian BUMN menyampaikan bahwa accounting shenanigans menimbulkan keputusan investasi yang salah dari para investor, membuat kesimpulan yang kurang tepat atas business risk entitas, dan hilangnya kepercayaan terhadap manajemen. “Accounting shenanigans tidak bisa disebut creativity dikarenakan creativity memberikan kesan positif sementara accounting shenanigans tidak” kata Nawal. Akumulasi dari banyaknya ketidakpercayaan terhadap manajemen maka meningkatkan cost of funding dan menghambat pertumbuhan ekonomi negara.

Accounting shenanigans antara lain berasal dari hal-hal sebagai berikut: recording revenue too soon, recoding fake revenue, boosting income with one time gains, shifting current revenue to a later period or earlier period, failing to disclose all liabilites, shifting current income to a later period, and shifting future expenses into the current period.

Untuk mencegah accounting shenanigans, Kementerian BUMN menekankan mengenai struktur direksi dan komisaris yang tepat, praktik dan proses kerja direksi yang baik, serta efektivitas dan interaksi direksi dan komisaris yang tepat. Independensi direksi dan komisaris harus ditegakkan. Selain itu KPI (Key Performance Indicator) tidak boleh sama antara direksi dan komisaris. Menurut Nawal, KPI yang terlalu fokus akan berpotensi menimbulkan accounting shenanigans. Komisaris harus ditekankan untuk bertanggung jawab terhadap pengawasan sedangkan direksi memiliki fungsi eksekusi.

Narasumber ketiga dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), I Made Bagus Tirtayathra, S.E., M.Ak., MBA, CA menjelaskan bahwa accounting shenanigans dapat diketahui oleh OJK ketika melakukan penelaahan atas laporan keuangan entitas.

Made menjelaskan beberapa perlakuan akuntansi yang tidak sesuai standar akuntansi, diantaranya perusahaan mencatat utang sebesar plafon fasilitas kredit, padahal nilai utang tidak sebesar plafon; perusahaan tidak mencatat seluruh kewajiban yang dimilikinya; perusahaan mencatat adanya penambahan asset berupa tanah, padahal perjanjian jual beli masih bisa dibatalkan dan harga belum dapat dipastikan; perusahaan mengakui pendapatan sebesar harga jual produk, padahal perusahaan bertindak sebagai agen, dan perusahaan mengakui adanya penjualan atas suatu transaksi yang belum memenuhi syarat penjualan.

Agus Suparto, Ak., MBA, CA, CPA, narasumber terakhir dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan memaparkan bahwa berkaitan dengan accounting shenanigans, terdapat pengaturan dalam pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik, bahwa jika Akuntan Publik atau pihak terasosiasi melakukan manipulasi, membantu manipulasi, atau memalsukan data terkait jasa yg diberikan, manipulasi/memalsukan kertas kerja, tidak membuat kertas kerja, dan kertas kerja tidak dapat digunakan, maka diancam dengan sanksi pidana kurungan maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.

Agus Suparto memberikan tiga contoh accounting shenanigans yang telah dilakukan penindakan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan. Yang pertama, PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk pada tahun buku 2018 yang terindikasi melakukan pengakuan pendapatan sekaligus diawal Rp3,5 T yang tidak sesuai dengan standar akuntansi atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan. Kedua, PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (AISA) pada tahun buku 2017. Pada kasus ini terdapat pengaduan dari Forum Investor Retail AISA terkait salah saji yang material pada laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) tahun buku 2017, yaitu Piutang Usaha Pihak Ketiga yang seharusnya adalah Piutang Pihak Berelasi dengan nilai 1,6 T; dan Piutang Usaha telah jatuh tempo namun tidak tertagih sebesar 1,9 T (85% dari seluruh piutang usaha). Terakhir, terdapat indikasi Piutang Pembiayaan Konsumen fiktif Rp 4,5 T dalam laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) tahun 2016.

Penulis: Wulan Purnomo | Penyunting: Ira Rani Puspa | Fotografer: Mahendra Tri Oktavianto

Bagikan Artikel ini

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on email
Email
Share on whatsapp
WhatsApp

Artikel Terkait

Laporan Kegiatan KPAP 2023

KPAP telah menyampaikan hasil kinerja selama tahun 2023 dan rencana kerja tahun 2024 yang terangkum dalam Laporan Kegiatan KPAP Tahun 2023 kepada Menteri Keuangan. Laporan

Read More »

Langganan Informasi dan Berita

  • Daftarkan email Anda untuk menerima informasi dan berita terbaru dari laman KPAP. Tekan enter atau klik tombol di bawah untuk menyimpan.

Sekretariat KPAP